Kesadaran masyarakat akan kebutuhan asuransi semakin meningkat. Asuransi dipahami mampu memberikan jaminan perlindungan finansial dan masa depan yang lebih cerah. Namun, keraguan untuk memiliki asuransi juga masih dirasakan sebagian masyarakat. Anggapan asuransi hanya membuang uang masih muncul. Padahal, ada hukum asuransi yang mengatur proses kerja asuransi agar memenuhi kebutuhan perlindungan nasabah. Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa hukum asuransi sebagai landasan kerja.

Sehingga hak nasabah yang telah menunaikan kewajibannya dapat dilindungi di bawah payung hukum, begitu pula sebaliknya dengan hak dan kewajiban perusahaan asuransi sebagai penanggung. Untuk memahami cara kerja asuransi di Indonesia, artikel MoneyDuck ini akan menjelaskan hukum asuransi yang berlaku, tujuan asuransi, dan jenis asuransi yang harus kamu pahami sebagai nasabah asuransi. Yuk, simak penjelasannya dalam artikel berikut ini.

Hukum Asuransi di Indonesia

Hukum Asuransi di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah menetapkan payung hukum asuransi untuk menciptakan industri perasuransian yang sehat dan bertanggung jawab, sehingga risiko yang dialami nasabah dapat ditangani perusahaan asuransi sesuai dengan harapan. Industri perasuransian di Indonesia dilandasi dengan beberapa hukum asuransi. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dijelaskan,

"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu."

Pasal ini juga menjelaskan tentang jenis pertanggungan asuransi, proses klaim yang berlaku, batas maksimal pertanggungan, penyebab batalnya proses pertanggungan, hingga bagaimana pertanggungan itu dapat dinyatakan secara tertulis dalam dokumen polis asuransi yang berkaitan. Selain KUHD, hukum asuransi di Indonesia juga tertuang di dalam undang-undang (UU), yang menjelaskan kewajiban dan hak nasabah serta perusahaan asuransi. Saat ini hukum asuransi yang berlaku adalah UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang menggantikan UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Hukum Asuransi dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Hukum Asuransi dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Sebelum mengenal hukum asuransi terbaru, kenali dulu hukum asuransi lama yang disahkan pada tahun 1992 dan memuat 13 bab. Hukum asuransi dalam UU No. 2 tahun 1992 ini menjelaskan asuransi sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan menggunakan premi yang diserahkan tertanggung ke penanggung untuk memberikan penggantian. Penyebab penggantian yang bisa diterima tertanggung adalah kerugian, kerusakan, kehilangan, atau meninggal dunia.

Menurut UU No. 2 tahun 1992, ada dua jenis usaha perasuransian, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Usaha asuransi adalah usaha asuransi kerugian, usaha asuransi jiwa, dan usaha reasuransi. Sementara usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha pialang asuransi, usaha pialang reasuransi, usaha penilai kerugian asuransi, usaha konsultan aktuaria, dan usaha agen asuransi. Pada bab 6, dijelaskan bentuk hukum usaha asuransi, yaitu perusahaan perseroan, koperasi, dan usaha bersama.

Hukum Asuransi dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Hukum asuransi direvisi menyesuaikan perkembangan asuransi dengan menambahkan aturan asuransi syariah

Pada tahun 2014, pemerintah merevisi landasan hukum asuransi. UU Nomor 12 tahun 1992 direvisi menjadi UU No 40 tahun 2014 sesuai dengan perkembangan industri perasuransian di Indonesia. Menurut UU No 40 tahun 2014, asuransi merupakan perjanjian dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, sebagai dasar penerimaan premi dari pemegang polis untuk mendapatkan penggantian biaya dari perusahaan asuransi. Penggantian biaya diberikan untuk kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, serta santunan jika tertanggung meninggal dunia.

Lalu, apa perbedaan hukum asuransi terbaru ini dengan UU No 12 tahun 1992? Seiring perkembangan dunia perasuransian di Indonesia, UU No 40 tahun 2014 melengkapi aturan mengenai asuransi umum dan asuransi syariah. Ketertarikan masyarakat untuk memiliki asuransi juga dipicu dengan kemunculan asuransi syariah. Dalam UU No 40 tahun 2014, asuransi syariah dijelaskan sebagai perjanjian antara perusahaan asuransi dan nasabah mengenai pengelolaan premi berdasarkan prinsip syariat Islam untuk saling menolong.

Pada bab 9 juga terdapat perubahan hukum asuransi terkait badan pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi kegiatan asuransi. UU No 12 tahun 1992 menunjuk Menteri sebagai pihak yang bertindak melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. UU No 40 tahun 2014 memusatkan aktivitas pengawasan terkait perubahan kepemilikan ke tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hukum asuransi terbaru juga mewajibkan perusahaan asuransi dan reasuransi menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk pembubaran badan hukum, maksimal 30 hari sejak izin usaha dicabut.

Selain UU dan KUHD yang telah dijelaskan di atas, hukum asuransi di Indonesia juga dimuat di dalam beberapa Peraturan Pemerintah dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berikut ini:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 1320 dan Pasal 1774

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774 menjelaskan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua belah pihak. Perjanjian tersebut termasuk ke dalam ruang lingkup pidana, sehingga segala hal yang terkait di dalamnya bisa dibawa ke ranah hukum pidana.

2. Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 73 Tahun 1992

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 memuat pembinaan penyelenggaraan usaha perasuransian untuk mendorong pertumbuhan nasional. Dalam praktiknya, perusahaan asuransi juga harus berprinsip sehat dan bertanggung jawab.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 adalah revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1992, yang memuat penyelenggaraan perasuransian. Perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan perubahan zaman yang terjadi.

Tujuan Asuransi Menurut Hukum Asuransi

Tujuan Asuransi Menurut Hukum Asuransi

Dari beberapa hukum asuransi di Indonesia yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan perjanjian dua pihak untuk mengatasi kerugian atau risiko akibat peristiwa tidak terduga. Solusi untuk mengatasi kerugian tersebut melalui premi yang dibayarkan nasabah ke perusahaan asuransi. Nah, jika kamu sudah memahami gambaran besar cara kerja asuransi, ketahui juga tujuan asuransi dengan lebih spesifik berikut ini:

1. Asuransi untuk Mengalihkan Risiko

Ditilik dari hukum asuransi, tujuan pengalihan risiko merupakan tujuan utama asuransi. Nasabah (tertanggung) mengalihkan risiko yang mungkin dideritanya ke tangan perusahaan asuransi (penanggung). Pengalihan risiko ini akan menyelamatkan tertanggung dari kerugian finansial. Besar pengalihan risiko tergantung dari kesepakatan polis. Penanggung bisa mengambil alih risiko sehingga tertanggung bebas dari kerugian 100%, atau hanya memperkecil kerugian yang terjadi.

2. Asuransi sebagai Pembayar Santunan

Hukum asuransi mengatur tujuan asuransi berupa kewajiban penanggung untuk membayarkan santunan kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian di dalam isi polis. Santunan wajib dibayarkan penanggung jika tertanggung yang telah menyepakati perjanjian asuransi jiwa mengalami kecelakaan sehingga meninggal dunia atau cacat permanen total maupun sebagian. Nilai santunan ini diberikan penanggung sesuai dengan premi dan polis yang disepakati. Inilah pentingnya hukum asuransi untuk memastikan tujuan asuransi tercapai dengan baik.

3. Asuransi untuk Kesejahteraan Peserta

Cara kerja asuransi mirip sebuah koperasi yang terdiri dari para peserta dengan tujuan untuk saling membantu kebutuhan finansial. Hukum asuransi juga mengatur terjaminnya kesejahteraan anggotanya dengan sistem saling membantu. Misalnya, ketika seorang peserta mengalami risiko yang mengakibatkan kerugian atau kematian, maka perusahaan asuransi akan membayar sejumlah uang berupa dana pertanggungan kepada pesertanya (tertanggung). Kesejahteraan peserta wajib dijamin penanggung karena peserta telah menyerahkan uang tabungan berupa premi.

Jenis Asuransi yang Diatur Hukum Asuransi

Jenis Asuransi yang Diatur Hukum Asuransi

Untuk mencapai industri perasuransian yang sehat dan bertanggung jawab, hukum asuransi juga mengatur jenis asuransi yang beredar di pasar Indonesia. Seperti telah disebut di atas, dalam hukum asuransi baru yang ditetapkan pada tahun 2014, ada penambahan jenis asuransi syariah yang menerapkan prinsip syariat Islam. Seperti apa cara kerja asuransi syariah dan jenis asuransi lainnya? Simak penuturannya berikut ini.

1. Asuransi Jiwa

Asuransi jiwa juga menawarkan manfaat tambahan asuransi kesehatan

Hukum asuransi jiwa mengatur manfaat perlindungan atas risiko yang menimpa jiwa atau kehidupan tertanggung. Asuransi jiwa dipersiapkan agar tertanggung dan keluarganya tidak mengalami kerugian finansial ketika kejadian tidak terduga menimpa tertanggung. Kerugian ini akan ditanggung oleh penanggung berdasarkan premi yang dibayarkan tertanggung. Produk asuransi jiwa umumnya menawarkan manfaat tambahan (rider) berupa perlindungan kesehatan, kecelakaan, pendidikan, dan kredit. Jadi, kamu bisa saja memiliki perlindungan jiwa dalam asuransi kecelakaan, asuransi jiwa kredit, asuransi pendidikan, atau asuransi kesehatan.

2. Asuransi Kerugian

Jenis asuransi berikutnya adalah asuransi kerugian atau kerap disebut asuransi umum. Hukum asuransi kerugian memberikan manfaat perlindungan atas kerugian, kehilangan, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga akibat peristiwa yang dilakukan tertanggung. Ada beberapa macam asuransi kerugian, yaitu asuransi kebakaran, asuransi kehilangan dan kerusakan, asuransi kendaraan bermotor, asuransi pengangkutan, asuransi laut, dan asuransi kredit.

3. Asuransi Syariah

Hukum asuransi syariah mendorong peningkatan minat masyarakat akan produk asuransi. Melalui asuransi syariah, nasabah bisa mendapat manfaat perlindungan atas risiko, namun tidak menyimpang dari syariat Islam. Asuransi syariah tidak mengandung riba, gharar, dan maysir. Hukum asuransi syariah berlandaskan pada prinsip tolong menolong ketika para nasabah menderita kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan, hingga meninggal dunia. Besarnya dana pertanggungan dan santunan ditentukan dalam akad awal.

Hukum Asuransi yang Mengatur Masa Berlaku Asuransi

Hukum Asuransi yang Mengatur Masa Berlaku Asuransi

Masa berlaku asuransi menentukan periode tertanggung akan mendapatkan manfaat perlindungan asuransi. Masa berlaku asuransi bisa kamu temukan di dalam polis asuransi sebagai bukti perjanjian antara penanggung dan tertanggung. Hal ini diatur dalam hukum asuransi, yakni tertuang dalam pasal 255 KUHD, "Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis." Isi polis memuat kesepakatan manfaat, syarat dan janji tertentu yang terkait dengan pemenuhan hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Masa berlaku asuransi didasari pembelian asuransi. Artinya, polis akan berlaku meski belum diterbitkan jika nasabah telah menandatangani polis dan membayar premi pertama. Dengan demikian, hak dan kewajiban kedua belah pihak sudah resmi berjalan. Dan berdasarkan hukum asuransi, penanggung pun wajib mengeluarkan polis asuransi milik nasabah. Agar polis asuransi tetap berlaku, nasabah harus membayar premi sesuai isi polis. Bila ada pelanggaran, polis bisa lapse atau tidak berlaku.

Hukum Asuransi yang Mengatur Pembatalan Asuransi

Hukum Asuransi yang Mengatur Pembatalan Asuransi

Sebagai bentuk perjanjian, asuransi juga memiliki risiko pembatalan jika hak dan kewajiban kedua belah pihak tidak terlaksana sesuai ketentuan. Pembatalan asuransi juga diatur dalam hukum asuransi, yaitu Pasal 1320 KUHP, "Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang." Hukum asuransi ini mengatur pembatalan asuransi yang disebabkan beberapa faktor, yaitu,

  • Adanya kecurangan atau rekayasa oleh tertanggung.
  • Terdapat kerugian yang tidak tercantum dalam polis asuransi.
  • Tertanggung terbukti memberikan informasi palsu terkait kondisinya saat pendaftaran asuransi.
  • Pengadilan memutuskan penanggung bebas dari kewajibannya terhadap tertanggung.
  • Produk asuransi terbukti sebagai produk ilegal di wilayah hukum Indonesia.

Selain Pasal 1320 KUHP, ada beberapa hukum asuransi lain yang mengatur pembatalan asuransi, yaitu,

  • Pasal 251 KUHD: Pembatalan terjadi jika ada keterangan yang tidak benar atau tertanggung tidak mengungkapkan informasi yang benar kepada penanggung.
  • Pasal 269 KUHD: Asuransi dibatalkan jika ada kerugian yang telah terjadi sebelum polis asuransi ditandatangani.
  • Pasal 272 KUHD: Asuransi dibatalkan jika pengadilan memutuskan bahwa penanggung bebas dari kewajiban terhadap tertanggung.
  • Pasal 282 KUHD: Pembatalan asuransi terjadi jika ada kecurangan atau penipuan oleh tertanggung.
  • Pasal 599 KUHD: Asuransi dibatalkan jika obyek pertanggungan melanggar peraturan perundang-undangan.

Ilustrasi Konsep Itikad Baik dalam Hukum Asuransi

Untuk memahami lebih dalam mengenai pembatalan polis yang diatur dalam hukum asuransi, ketahuilah bahwa asuransi memiliki prinsip utama untuk saling menolong. Oleh karenanya, diperlukan itikad baik dari kedua belah pihak agar asuransi dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku. Lalu, seperti apa yang dimaksud dengan itikad baik dalam asuransi? Telah disebut di atas bahwa asuransi bisa batal jika tertanggung melakukan penipuan atau kecurangan informasi saat melakukan pendaftaran asuransi. Nah, simak ilustrasinya berikut ini.

Misalnya, seseorang mengajukan permohonan asuransi jiwa. Ketika mengisi formulir pendaftaran, ia menyatakan tidak memiliki kondisi medis tertentu dan tidak pernah dirawat di rumah sakit. Padahal, faktanya, ia menjalani perawatan penyakit serius pada tahun lalu. Lima tahun kemudian, tertanggung meninggal dunia karena penyakit yang sama. Ahli waris mengajukan klaim asuransi, namun perusahaan menolak klaim. Polis asuransi batal karena tertanggung tidak memiliki itikad baik.

Pelajari Dulu Hukum Asuransi sebelum Beli Polis Asuransi

Pelajari Dulu Hukum Asuransi sebelum Beli Polis Asuransi

Luangkan waktu untuk memelajari hukum asuransi dan isi polis sebelum kamu menyepakati perjanjian asuransi. Jika kamu gegabah, kamu justru akan menelan kerugian karena kesalahan pemilihan produk asuransi. Perlu diketahui, isi polis asuransi memuat banyak istilah asuransi yang cukup asing di telinga nasabah. Alhasil, banyak nasabah yang enggan untuk membaca dengan teliti. Padahal, istilah asuransi bisa dipahami jika kamu tekun. Riset sebelum membeli juga dapat kamu lakukan melalui konsultasi produk ke Expert asuransi di MoneyDuck. Cukup tekan tombol Konsultasi Gratis di bawah ini, Expert di MoneyDuck siap membantumu!