Ada banyak istilah yang menggambarkan kondisi keuangan seseorang, misalnya sandwich generation dan latte factor. Kalau sandwich generation menggambarkan kondisi keuangan yang terjepit di antara generasi atas dan bawah di keluarga, maka apa itu latte factor? Jadi, latte factor adalah kondisi menghabiskan uang dengan nominal kecil secara rutin. Kalau kebiasaan latte factor diteruskan, maka kamu bisa rugi. Kira-kira kamu sudah tahu belum apa contoh latte factor?

Mayoritas orang pernah melakukan latte factor, bahkan mungkin masih sering dilakukan sampai sekarang. Bahayanya, latte factor sering dianggap remeh dan tidak disadari, padahal efeknya terhadap kondisi keuangan cukup terasa. Mulai penasaran dengan latte factor? Cari tahu apa itu definisi latte factor, contohnya, simulasi biaya, pengaruh, dan cara menghindarinya di artikel MoneyDuck di bawah ini.

Apa itu Latte Factor?

Latte factor kebiasaan boros akan hal-hal tidak penting

Latte factor adalah istilah untuk menunjukkan gaya hidup seseorang yang sering menggunakan uangnya untuk hal-hal yang tidak penting. Kebiasaan tersebut biasanya hanya menghabiskan sedikit uang, namun dilakukan terus-menerus, sehingga menimbulkan sifat boros. Istilah latte factor dipopulerkan oleh David Bach, penulis asal Amerika Serikat. Istilah ini dia gunakan untuk mengkritik gaya hidup orang-orang di kota besar, seperti kebiasan minum kopi di coffee shop.

Baca Juga: Cara Menghitung Dana Darurat untuk Single dan Pasangan

Contoh Latte Factor adalah?

Sering beli makanan online salah satu bentuk latte factor

Kamu pasti mulai bertanya-tanya, apakah selama ini kamu menerapkan latte factor di kehidupan sehari-hari? Agar bisa menjawab pertanyaan tersebut, kamu harus tahu apa saja kebiasaan-kebiasaan yang masuk ke dalam latte factor. Dengan begitu, kamu bisa mulai mengurangi kebiasaan tersebut. Berikut beberapa contoh dari latte factor yang paling sering dilakukan.

1. Ngopi Terlalu Sering

Contoh latte factor adalah ngopi. Banyak orang yang suka ngopi, termasuk pelajar dan pekerja. Mereka selalu beralasan kalau tidak minum kopi, maka tidak bisa kerja. Kopi akan dikonsumsi saat pagi hari atau malam hari untuk melawan ngantuk. Kita asumsikan kamu ngopi setiap hari di coffee shop dengan harga berkisar Rp20.000. Artinya, kamu menghabiskan Rp600.000 dalam sebulan dan Rp7.200.000 dalam setahun hanya untuk ngopi. Melihat akumulasi biaya tersebut, kamu pasti mulai mikir-mikir untuk mengurangi kebiasaan ngopi, kan?

2. Pesan Makanan Online

Di dunia serba digital, siapapun ingin segalanya secara instan, contoh nyatanya adalah kebiasaan memesan makanan secara online. Memang, fasilitas tersebut sangat bermanfaat ketika kamu tidak punya cukup waktu untuk keluar membeli makan. Tapi, jika sering dilakukan akan membuat keuangan boncos juga. Karena harga makanan yang tertera di aplikasi akan lebih tinggi dibandingkan restoran offline-nya. Belum lagi, akan ada tambahan biaya layanan dan biaya ongkos kirim bagi pengemudi. Biaya layanan berkisar Rp4.000 dan biaya ongkos kirim mulai dari Rp7.000 dalam satu kali checkout.

3. Biaya Admin Top Up E-wallet

Latte factor adalah hal-hal yang tidak terlalu penting, namun kamu harus mengeluarkan uang untuk itu. Jadi, tidak heran jika biaya admin top up e-wallet masuk ke dalam salah satu contohnya. Coba hitung berapa aplikasi e-wallet yang kamu punya? Mungkin bisa lebih dari satu karena biasanya aplikasi untuk pembayaran ojek online, pesan makan, beli tiket kereta, beli tiket nonton, bayar tagihan, dan belanja akan berbeda-beda. Satu kali top up akan dikenakan biaya sekitar Rp500 hingga Rp2.500. Tapi, ada juga yang menggratiskan biaya admin top up, contohnya aplikasi DANA.

4. Beli Air Mineral Kemasan

Setiap orang pasti butuh air untuk minum. Pertanyaannya, bagaimana kamu menyediakan air untuk kebutuhan primer? Apakah beli per botol atau per galon? Kebiasaan yang masuk ke dalam latte factor adalah terbiasa beli air mineral kemasan. Air mineral kemasan 600 mL-1,5 L dijual dengan harga Rp3.000-Rp10.000. Jika kamu membeli air mineral 600 mL setiap hari, maka akan menghabiskan uang Rp300.000-an. Padahal, kamu bisa lebih hemat dengan membeli air galon yang 19 L dengan harga Rp20.000-an. Kemudian jika sekiranya butuh minum untuk kegiatan di luar, kamu cukup membawa botol minum berisi air dari rumah.

5. Beli Aksesori agar OOTD Maksimal

Contoh latte factor yang terakhir adalah sering membeli aksesori untuk keperluan OOTD atau hanya sebagai hiasan yang jarang dipakai. Biasanya orang-orang dengan kebiasaan ini selalu tergoda ketika melihat barang-barang lucu. Jika kamu masuk ke dalam tipe ini, maka banyak-banyak merenung lagi ya sebelum memutuskan untuk checkout. Lebih baik anggarannya dialihkan pada keperluan yang lebih mendesak atau bermanfaat.

Baca Juga: Cara Mengatur Gaji Bulanan Agar Tidak Numpang Lewat, Mudah!

Simulasi Biaya Latte Factor Bulanan

Kebiasaan latte factor mengerus kondisi finansial

Biar kamu semakin tahu bahwa latte factor itu berbahaya bagi keuanganmu, maka MoneyDuck akan membuat rincian perkiraan biaya yang dikeluarkan hanya untuk latte factor. Biaya latte factor ini masuk ke dalam kategori keinginan, sehingga seharusnya hanya menghabiskan maksimal 30% dari pendapatan bulananmu. Rincian biaya latte factor adalah sebagai berikut.

  • Ngopi satu bulan = 30 x Rp20.000 = Rp600.000
  • Biaya layanan dan ongkos kirim makanan online = 30 x Rp11.000 = Rp330.000
  • Biaya top up e-wallet = 30 x Rp500 = Rp15.000
  • Biaya mineral kemasan = 30 x Rp7.000 = Rp210.000
  • Biaya aksesoris = Rp300.000
  • Jadi, total latte factor bulanan = Rp1.455.000.

Pengaruh Latte Factor Terhadap Keuangan

Kebiasaan latte factor biasanya disebabkan tekanan sosial

Latte factor adalah kebiasaan-kebiasaan kecil yang tanpa disadari berdampak besar pada keuangan. Orang-orang yang melakukan latte factor disebabkan oleh tekanan sosial, kebiasaan, dan kontrol diri yang lemah. Berdasarkan rincian biaya latte factor tadi, kamu bisa menghabiskan jutaan rupiah per bulan hanya untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. Jika diakumulasikan dalam satu tahun, kamu bisa menghabiskan belasan juta rupiah untuk latte factor. Latte factor sering menjadi penyebab kamu bertanya ke mana habisnya uang gaji bulananmu. Padahal, jika digunakan lebih bijaksana, kamu akan mendapatkan keuntungan. Misalnya, ditabung atau diinvestasikan.

Baca Juga: 9 Jenis Investasi yang Cocok untuk Pemula & Cara Biar Cuan

Cara Mengatasi Latte Factor

Pastikan mencatat pengeluaran untuk mengatasi latte factor

Latte factor jika terus dilakukan akan mengancam keuangan. Tapi, bukan hal yang mustahil loh jika kamu ingin meninggalkan kebiasaan ini. Awalnya pasti akan terasa sulit, tapi jika dipaksakan, pada akhirnya kamu akan terbiasa juga kok. Beberapa tips cara mengatasi latte factor akan disampaikan pada penjelasan berikut ini.

1. Catat Pengeluaran Kecil per Bulan

Kamu harus punya catatan biaya pengeluaran harian, utamanya pengeluaran kecil yang dikeluarkan selain untuk kebutuhan pokok. Kemudian, catatan ini bisa kamu evaluasi tiap bulannya. Kamu akan menyadari bahwa kamu telah mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak berguna saat melihat catatan tersebut, apalagi jika melihat besar nilai akumulasinya. Dengan begitu, akan ada rasa penyesalan dan kamu mulai menghindari perilaku latte factor.

2. Tekan Pengeluaran Kecil Tersebut

Cara yang kedua adalah berusaha menekan pengeluaran kecil yang ada. Misalnya, kamu menghabiskan banyak pengeluaran kecil untuk top up e-wallet dan transfer bank, maka usahakan untuk melakukan top up sekaligus dan gunakan aplikasi transfer bank tanpa biaya admin, seperti Flip. Usahakan untuk membeli makan langsung ke tempat, lebih baik uang dipakai untuk beli bensin daripada habis untuk membayar biaya layanan dan ongkos kirim.

3. Alihkan Anggaran untuk Investasi

Cara mengatasi latte factor yang terakhir adalah dengan mengalihkan dana kecil untuk investasi. Jika kamu tipikal orang yang sulit menyimpan uang, maka lebih baik uangnya dialihkan ke dalam bentuk lain saja. Misalnya, kamu investasikan ke aset saham, emas, reksa dana, atau forex. Dengan begitu, latte factor kamu bisa berkurang karena hanya menyimpan uang secukupnya.

Baca Juga: Cara Investasi Saham Pemula yang Tepat, Kamu Perlu Tahu!

Menurutmu, Latte Factor adalah Pemborosan atau Bukan?

Stop kebiasaan buruk latte factor

Kesimpulannya, latte factor adalah perilaku yang perlu kamu hindari karena tanpa disadari bisa meningkatkan sifat boros pada seseorang. Apabila kamu ingin manajemen keuangan yang baik, maka bisa konsultasikan kepada Expert MoneyDuck melalui layanan Konsultasi Gratis. Kamu juga diperbolehkan bertanya produk keuangan secara khsuus, seperti tabungan, investasi, asuransi, kartu kredit, kartu debit, hingga pinjaman.