Sebelum terjun ke dunia investasi, ada baiknya untuk mempertimbangkan terlebih dahulu toleransi risiko yang akan kamu ambil. Ada beragam toleransi risiko yang bisa dipilih oleh para pemula, salah satunya risiko investasi risk averse. Toleransi risiko ini umumnya diterapkan oleh investor yang cenderung hati-hati dan ingin berinvestasi dengan minim risiko.
Menurut buku Investasi Saya Berakhir di Karung Emas atau Keranjang Sampah? karya Peni R. Pramono, investor risk averse juga termasuk tipe orang yang menerima suatu risiko apabila mendapatkan kompensasi atas risiko tersebut. Agar kamu semakin paham dengan risiko investasi risk averse, simak uraian artikel MoneyDuck di bawah ini hingga tuntas.
Apa Itu Risiko Investasi Risk Averse?
Secara etimologi, risk averse adalah istilah dalam bahasa Inggris, yakni “risk” dan “averse”. Kata “risk” berarti risiko, sementara “averse” artinya enggan. Dengan kata lain, risiko investasi risk averse dapat didefinisikan sebagai tipe investor yang cenderung memilih kondisi aman untuk menghindari risiko kerugian yang tinggi.
Walau terkesan menghindari risiko, investor dengan tipe risiko investasi risk averse tetap melakukan observasi terhadap suatu instrumen investasi. Apabila mendapati hasil bahwa instrumen investasi tersebut akan bangkrut, mereka lebih memilih untuk menghindarinya. Sebagai gantinya, mereka akan berfokus pada instrumen aset dengan hasil return yang pasti.
Para investor tipe ini bahkan rela melakukan hal tersebut walaupun peluang return juga lebih rendah. Nah, tipe investor risk averse cocok untuk berinvestasi pada reksa dana pasar uang. Sebab, reksa dana pasar uang memiliki tingkat risiko investasi yang cukup rendah dan sangat cocok untuk investor dengan tujuan jangka pendek.
Contoh Investasi Risk Averse
Diterangkan dalam buku Dasar-Dasar Manajemen Investasi karangan Nila Firdausi Nuzula dan Ferina Nurlaily, seorang investor memiliki pilihan untuk berinvestasi pada portofolio X (return 11% dan risiko 7%) atau portofolio Y (return 13% dan risiko 5%). Jika investor tersebut berkarakter risk averse, maka ia cenderung akan memilih portofolio Y.
Contoh lain dikemukakan oleh Kahneman dan Travesky dalam buku Teori Segitiga Ekonomi: Teori Fundamental Ekonomi karya Muhammad Arafah Rahman, seseorang diberi pilihan berupa: (1) pasti mendapatkan uang US$1.000; atau (2) kemungkinan mendapatkan uang US$2.500. Karena orang tersebut merupakan tipe risk averse, maka ia akan pilihan pertama, yakni pasti mendapat uang US$1.000.
Bagaimana Cara Kerja Investasi Risk Averse?
Cara kerja investasi risk averse mengacu pada kecenderungan pelaku ekonomi untuk lebih mengutamakan kepastian daripada ketidakpastian. Investasi risk averse akan tumbuh secara perlahan dan pasti dari waktu ke waktu. Melalui strategi ini, kamu mungkin tidak akan mendapatkan imbal hasil yang besar. Tapi, risiko mengalami kerugian mampu dihindari dan potensi mendapatkan kembali modal investasi juga akan sangat tinggi.
Baca Juga: 9 Jenis Investasi yang Cocok untuk Pemula & Cara Biar Cuan
Kelebihan Risiko Investasi Risk Averse
Dalam praktiknya, terdapat beberapa kelebihan yang akan didapatkan investor apabila memilih risiko investasi risk averse. Berikut penjelasan lengkap mengenai kelebihan dari risiko investasi risk averse.
1. Risiko Lebih Rendah
Investasi risk averse memiliki risiko kerugian lebih rendah lantaran strategi yang digencarkan dengan cara memilih instrumen investasi minim risiko dan melakukan diversifikasi portofolio.
2. Tingkat Keamanan Lebih Tinggi
Kelebihan selanjutnya dari investasi tipe ini adalah tingkat keamanan yang tinggi. Investor dengan tipe risk averse hanya akan memilih instrumen investasi yang terbukti sangat jarang mengalami kerugian. Sehingga, investor pun dapat menjalani hidup dengan lebih tenang tanpa takut tiba-tiba akan mengalami loss investment.
3. Ada Pendapatan Rutin
Kelebihan dari risiko investasi risk averse berikutnya adalah adanya pendapatan rutin. Pasalnya, investor risk averse menginvestasikan dananya pada instrumen dengan peluang profit kecil, tapi pasti menguntungkan.
Kelemahan Risiko Investasi Risk Averse
Selain kelebihan, risiko investasi risk averse juga memiliki banyak kekurangan yang sebaiknya kamu pikirkan terlebih dahulu sebelum menjadi investor tipe ini. Adapun kelemahan investasi risk averse adalah:
1. Besar Pendapatan Kecil
Jika memutuskan untuk menjadi investor risk averse, kamu harus siap menerima pendapatan yang relatif kecil. Sejalan dengan prinsip investasi, risiko kecil tentunya akan menghasilkan keuntungan kecil pula. Artinya, kamu tidak bisa memperkaya diri apabila memilih investasi tipe ini.
2. Kemampuan Analisa Tidak Terpoles
Lantaran cenderung aman dengan risiko kerugian yang kecil, investor risk averse tidak memerlukan analisis yang dalam dan menyeluruh. Sehingga, kemampuan analisa para investor jenis ini kurang terasah. Investasi adalah aktivitas yang membutuhkan kemampuan analisa tinggi, kalkulasi risiko, strategi alokasi, dan keberanian yang tinggi pula. Jika kamu memilih menjadi investor risk averse, kamu tidak akan terlalu membutuhkan kemampuan-kemampuan tersebut.
3. Peluang Kehilangan Return Tinggi
Kelemahan berikutnya adalah peluang kehilangan return lebih tinggi. Dalam dunia investasi, ada istilah fear of missing out (FOMO), ini merupakan sebuah perasaan iri bercampur kecewa saat melihat investor lain mendapat return berkali lipat. Investor dengan tipe risk averse sering mengalami FOMO. Mereka mengambil keputusan risk averse di awal, kemudian saat melihat rekan investor lain mendapat return lebih besar, merasa menyesal karena tidak mengambil keputusan yang sama.
Strategi Investasi Risk Averse
Strategi investor dengan tipe risk averse adalah memilih investasi minim risiko atau yang berpotensi memberi keuntungan jelas. Strategi yang dilakukan investor risk averse lainnya adalah diversifikasi portofolio. Diversifikasi portofolio merupakan sistem investasi dengan menaruh dana pada beberapa jenis instrumen investasi yang memiliki tingkat risiko berbeda. Adapun beberapa jenis instrumen investasi yang cocok untuk tipe investor risk averse adalah:
Rekening Tabungan
Rekening tabungan pada bank menjadi salah satu pilihan untuk menyimpan uang dengan aman, tapi tetap mampu memberi suku bunga mendekati 1%. Pada beberapa perusahaan perbankan, peluang imbal hasil tahunan yang dijanjikan bahkan bisa mencapai 2%. Keunggulan lain dari rekening tabungan, yakni nasabah bisa mengakses uang kapan pun, suku bunga terjamin tapi dengan nilai yang bisa berubah seiring berjalannya waktu.
Rekening Pasar Uang
Jenis rekening ini bisa dibilang sebagai kombinasi antara tabungan dan giro, namun mampu memberi bunga dengan tingkat yang lebih tinggi. Namun, rekening pasar uang umumnya mempunyai batasan terkait jumlah dana yang bisa ditarik setiap bulannya, serta terkadang saldo minimumnya lebih tinggi dibanding tabungan biasa.
Baca Juga: 7 Contoh Investasi Jangka Panjang, Keuntungan, dan Risikonya
Obligasi Korporasi
Tidak jarang perusahaan juga meluncurkan produk obligasi guna mengumpulkan modal untuk mendanai sebuah proyek dan pertumbuhan bisnis. Walaupun tak ada jaminan selayaknya obligasi pemerintah, jenis obligasi ini masih memiliki risiko rendah asalkan memilih perusahaan dengan peringkat AAA di lembaga pemeringkat. Perusahaan yang menyandang peringkat tersebut umumnya telah menunjukkan kelayakan pada kreditnya.
Saham Dividen
Meski semua produk saham pasti mempunyai risiko, namun jenis saham dividen dinilai memiliki keuntungan yang lebih aman. Dalam praktiknya, saham dividen merupakan perusahaan yang memberi dividen pada para pemilik saham tiap tahun. Dengan pemberian dividen tersebut, perusahaan membantu investor dalam mengimbangi risiko kerugian maupun meningkatkan peluang keuntungan yang didapatkan.
Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito merupakan produk keuangan dari bank yang juga cocok dipilih oleh investor tipe risk averse. Cukup dengan menanam dana dalam jumlah tertentu dan membiarkannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pihak bank akan mengembalikan modal tersebut beserta bunganya.
Umumnya, durasi penyimpanan pada deposito bisa mencapai 10 tahun, namun tetap aman karena bank memberi jaminan pengembalian modal. Adapun tingkat suku bunga yang diberikan juga lebih tinggi ketimbang tabungan biasa. Agar semakin aman, pilih perbankan yang termasuk sebagai anggota dari LPS atau Lembaga Penjamin Simpanan.
Perbedaan Risiko Investasi Risk Averse dengan Risk Taker
Kebalikan dari investor risk averse adalah investor risk taker, yaitu investor yang lebih suka mengambil instrumen investasi berisiko tinggi dan mampu memberi potensi keuntungan sama besarnya. Beberapa contoh instrumen yang biasa dipilih oleh investor tipe risk taker adalah reksa dana saham, reksa dana campuran, dan saham.
Para investor risk taker bahkan banyak yang aktif sebagai trader lantaran berpotensi mendapatkan timbal balik yang besar. Namun, apabila harga saham turun, maka kerugian yang akan dicapai juga besar. Sehingga, investor risk taker harus selalu mempersiapkan diri terhadap kerugian tersebut.
Baca Juga: Tips Manajemen Risiko Investasi agar Investasi Tidak Boncos
Kamu Pilih Investasi Risk Averse yang Mana?
Tentu masuk akal apabila investor memilih untuk menghindari risiko kerugian dengan menjadi tipe risk averse. Namun, pemilihan toleransi investasi perlu disesuaikan dengan kondisi keuangan, tujuan, dan profil risiko investasi. Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor tersebut, apa instrumen investasi risk averse yang cocok untukmu? Jika kamu masih ragu menentukan instrumen investasi yang tepat, kamu bisa konsultasikan dengan ExpertDuck melalui tombol Konsultasi Gratis di bawah artikel ini.
Silahkan tinggalkan kesan dan opini Anda terhadap produk ini!